
DUSUN yang satu ini masuk di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar). Meski Kukar jadi salah satu APBD terbesar di Indonesia, dusun tersebut tetap saja tertinggal. Wilayah itu bernama Tanjung Berukang. Terletak di pesisir pantai sebelah Timur Pulau Kalimantan. Tak ada akses darat untuk menuju kawasan terpencil itu. Tak hanya memerlukan biaya yang cukup besar untuk sampai ke sana, namun adrenalin kita juga diuji karena harus melalui sejumlah pulau yang disebut-sebut angker dan melintasi sarangnya buaya muara.
Menuju Tanjung Berukang memang bukan hal yang mudah. Dengan menggunakan speed boat, perjalanan memerlukan waktu sekitar dua jam dari Pelabuhan Samarinda. Biaya yang dibutuhkan juga tak sedikit. Minimal kita harus mengeluarkan uang sebesar seitar Rp 1,5 juta untuk ongkos transportasi.
Bila ingin lebih mudah dan murah, perjalanan menuju Tanjung Berukang dapat menggunakan alternatif lain yakni kapal klotok bermesin dongfeng melalui Desa Anggana, Kukar. Dari sini, hanya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai ke wilayah itu. Kendati waktu yang digunakan tak jauh berbeda, biaya perjalanan dapat lebih irit hingga Rp700 ribu.
Dari sebuah dermaga yang berada di Desa Anggana, Sapos memulai perjalanan air menuju kawasan terpencil itu. Melalui delta sungai yang cukup rawan akan kecelakaan air, kapal dengan ukuran lima kali dua meter itu melaju membelah anak sungai Anggana.
Penuh perjuangan untuk sampai ke wilayah itu, perjalanan kapal yang dimotorisi oleh Solikin (30) hampir terdampar di suatu pulau kecil karena lajunya tiupan angin selatan yang menerpa Sungai Mahakam.
Gelombang yang cukup tinggi membuat kapal kecil bermesin dongfeng itu sempat terombang ambing. Namun kepiawaian sang motoris meyakinkan Sapos bahwa keadaan akan baik-baik saja dan akan tiba di tujuan dengan selamat.
Di sepanjang alur sungai yang dilewati, terlihat menemukan sejumlah pulau yang ditumbuhi pohon nipah dan hutan mangrove. Bahkan menurut beberapa warga sekitar, ada beberapa pulau yang hingga saat ini tak berpenghuni dan dikenal angker. Konon cerita sejumlah pulau tersebut kerap membuat beberapa nelayan asal Anggana hilang dan hingga saat ini belum ditemukan.
"Pulau kelambu, Mangkubur dan Pulau Tiga, terkenal angker. Jadi kalau malam tak nelayan yang berani mendekat karena takut hilang di pulau itu," ungkap Solikin sembari menunjuk Pulau Kelambu yang tepat berada di depannya.
Tak hanya itu, di sekitar Pulau Kelambu terkenal dengan tempat berkumpulnya para buaya muara yang ganas dan besar. Sekitar 500 meter dari pulau tersebut, Sapos sempat melihat buaya yang diperkirakan mempunyai panjang 9 meter. Namun sayang ketika sang motoris mencoba untuk mendekatkan kapalnya ke arah buaya tersebut, sang monster sungai itu keburu menenggelamkan tubuhnya.
Empat puluh menit melanjutkan perjalanan dari perairan Pulau Kelambu, mata Sapos terpukau oleh indahnya perkampungan yang berdiri di pesisir laut. Ya, itu dia Dusun Tanjung Berukang, Desa Sepatin Kecamatan Anggana, Kukar. Lega rasanya dapat melihat kembali perkampungan setelah melalui perjalanan yang cukup ekstrim.
Menginjak salah sebuah dermaga di Tanjung Berukang, senyum dan sapa lembut dari warga sekitar menyambut Sapos. Hampir seluruh mata sepanjang memasuki anak sungai memandang ke arah Sapos. Hingga akhirnya Sapos disambut dengan salah seorang bidan satu-satunya yang ada di dusun tersebut.
Sumber: http://www.sapos.co.id/
Menuju Tanjung Berukang memang bukan hal yang mudah. Dengan menggunakan speed boat, perjalanan memerlukan waktu sekitar dua jam dari Pelabuhan Samarinda. Biaya yang dibutuhkan juga tak sedikit. Minimal kita harus mengeluarkan uang sebesar seitar Rp 1,5 juta untuk ongkos transportasi.
Bila ingin lebih mudah dan murah, perjalanan menuju Tanjung Berukang dapat menggunakan alternatif lain yakni kapal klotok bermesin dongfeng melalui Desa Anggana, Kukar. Dari sini, hanya dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam untuk sampai ke wilayah itu. Kendati waktu yang digunakan tak jauh berbeda, biaya perjalanan dapat lebih irit hingga Rp700 ribu.
Dari sebuah dermaga yang berada di Desa Anggana, Sapos memulai perjalanan air menuju kawasan terpencil itu. Melalui delta sungai yang cukup rawan akan kecelakaan air, kapal dengan ukuran lima kali dua meter itu melaju membelah anak sungai Anggana.
Penuh perjuangan untuk sampai ke wilayah itu, perjalanan kapal yang dimotorisi oleh Solikin (30) hampir terdampar di suatu pulau kecil karena lajunya tiupan angin selatan yang menerpa Sungai Mahakam.
Gelombang yang cukup tinggi membuat kapal kecil bermesin dongfeng itu sempat terombang ambing. Namun kepiawaian sang motoris meyakinkan Sapos bahwa keadaan akan baik-baik saja dan akan tiba di tujuan dengan selamat.
Di sepanjang alur sungai yang dilewati, terlihat menemukan sejumlah pulau yang ditumbuhi pohon nipah dan hutan mangrove. Bahkan menurut beberapa warga sekitar, ada beberapa pulau yang hingga saat ini tak berpenghuni dan dikenal angker. Konon cerita sejumlah pulau tersebut kerap membuat beberapa nelayan asal Anggana hilang dan hingga saat ini belum ditemukan.
"Pulau kelambu, Mangkubur dan Pulau Tiga, terkenal angker. Jadi kalau malam tak nelayan yang berani mendekat karena takut hilang di pulau itu," ungkap Solikin sembari menunjuk Pulau Kelambu yang tepat berada di depannya.
Tak hanya itu, di sekitar Pulau Kelambu terkenal dengan tempat berkumpulnya para buaya muara yang ganas dan besar. Sekitar 500 meter dari pulau tersebut, Sapos sempat melihat buaya yang diperkirakan mempunyai panjang 9 meter. Namun sayang ketika sang motoris mencoba untuk mendekatkan kapalnya ke arah buaya tersebut, sang monster sungai itu keburu menenggelamkan tubuhnya.
Empat puluh menit melanjutkan perjalanan dari perairan Pulau Kelambu, mata Sapos terpukau oleh indahnya perkampungan yang berdiri di pesisir laut. Ya, itu dia Dusun Tanjung Berukang, Desa Sepatin Kecamatan Anggana, Kukar. Lega rasanya dapat melihat kembali perkampungan setelah melalui perjalanan yang cukup ekstrim.
Menginjak salah sebuah dermaga di Tanjung Berukang, senyum dan sapa lembut dari warga sekitar menyambut Sapos. Hampir seluruh mata sepanjang memasuki anak sungai memandang ke arah Sapos. Hingga akhirnya Sapos disambut dengan salah seorang bidan satu-satunya yang ada di dusun tersebut.
Sumber: http://www.sapos.co.id/
0 comments